Langsung ke konten utama

Digital Disruption in Healthcare


Sekapur Sirih

Keyword : Disruption, Industry 4.0, Artificial Intelligence

Pelayanan kesehatan di dunia saat ini mehadapai kondisi VUCA (volatile, uncertainty, complexity dan ambiguity) karena dihadapkan pada disruption in healthcare. Disruption sendiri menurut Clayton M Christensen adalah perubahan mendasar yang sifatnya destruktif, menggantikan seluruh cara kerja yang lama dengan pembaruan yang mendasar. Ciri khas disruption adalah pembaruan berbasis teknologi yang membuat sesuatu lebih mudah, lebih murah dan lebih memenuhi kebutuhan pelanggan yang juga berkembang secara dinamik. Industri kesehatan juga mengalaminya. Rumah sakit sebagai incumbent dalam era disruption ini harus mengambil sikap tegas, apakah akan menjadi pengikut saja terbawa arus, atau justru mati tergilas perubahan atau berupaya menjadi pemenang.

Pencanangan Making Indonesia 4.0 oleh bapak Presiden adalah respon pemerintah Indonesia terhadap disruption dalam dunia industri global yang sudah memasuki industry 4.0. industry 4.0 memiliki karakteristik cyber physical systems, internet of things, cloud computing and cognitive computing atau artificial intelligence. Walau kesehatan tidak masuk dalam fokus Making Indonesia 4.0, namun kelima sektor manufaktur yang menjadi fokus utama yaitu food and beverage, textile and apparel, automotive, electronics and chemical semuanya akan berpengaruh langsung terhadap fasilitas kesehatan.

Disisi lain, disruption in healthcare Indonesia juga terjadi dari semua sektor. Dari sisi pembiayaan, kita sudah mendirupsi sistem pembiayaan kita dengan bundling payment INACBG. Dari sisi penjamin, BPJS Kesehatan telah mendisrupsi kita semua dengan Vedika dan Eclaim. Dari sisi pasien, yang saat ini sebagian besar adalah generasi X dan Millenial yang sangat erat kesehariannya dengan penggunaan teknologi informasi dan digitalisasi. Dari sisi pegawai, fasilitas kesehatan saat ini didominasi oleh generasi X, Milenial dan sebentar lagi generasi Z yang dari lahir sudah hidup dalam era internet dan teknologi Informasi.

Bagaimana rumah sakit sebagai incumbent menghadapi ini semua ?

Kita harus membangun rumah sakit sebagai organisasi yang agile atau tangkas terhadap perubahan tersebut.

Yang pertama para pemimpin rumah sakit perlu betul-betul menyadari bahwa masa depan itu sudah sampai , the future is now. Penggunaan artificial intelligent sudah banyak menggantikan peran fasilitas kesehatan bahkan dokter. Diantara inovasi tersebut adalah The BioMind AI system buatan the Artificial Intelligence Research Centre for Neurological Disorders at the Beijing Tiantan Hospital telah berhasil membuat diagnosis yang benar dan akurat terhadap 87% dari 225 kasus dalam waktu 15 menit. Dibandingkan 66% diagnosis yang benar dari kasus yang sama yang dilakukan oleh para dokter spesialis bedah saraf disana.

Yang kedua para pemimpin rumah sakit perlu melakukan transformasi budaya organisasi yang memiliki sifat terbuka pada perubahan dan mendukung tumbuhnya perbaikan berkelanjutan dengan digital mindset. Hal ini sangat penting untuk membawa seluruh organisasi tidak hanya bertahan tetapi juga memenangkan situasi di era yang volitile ini.

Yang ketiga para pemimpin rumah sakit perlu mempelajari betul tentang digital disruption in healthcare ini dan membuat peta jalan untuk organisasinya menghadapi. Dapat dimulai dari hal-hal sederhana yang dapat merubah cara kerja kita melakukan pelayanan kesehatan. Bagaimana rumah sakit dapat memebrikan pelayanan lebih cepat, lebih efisien dan lebih berkualitas pada saat yang sama. Ini semua memerlukan bantuan teknologi informasi. Bagaimana posisis rumah sakit saat ini dalam hal penerapan sistem informasi rumah sakit ? apakah sudah siap menggunakan rekam medik elektronik ? yang harganya tidak perlu mahal namun bermanfaat bagi pengguna dan organisasinya.

Yang keempat kita harus melihat kembali bagaimana hubungan antar faskes dalam jenjang rujukan. Apakah aliran infromasinya sudah berjalan dengan baik atau tidak ? apakah sudah menggunakan telemedicine yang sesungguhnya ? untuk mengantisipasi barier georgrafi antara pasien dengan rumah sakit kita.

Yang kelima yang harus kita sadari juga bahwa disruption tidak hanya yang sifatnya digital, namun non digital disruption juga banyak. Diantaranya perubahan harga dolar, regulasi-regulasi baru dan sebagainya yang perlu diantisipasi dengan membangun budaya pegawai kita yang sangat adaptif terhadap perubahan.

Era JKN seharusnya justu menjadi titik tolak seluruh rumah sakit Indonesia untuk bersiap menghadapi digital disruption in healthcare. Karena kita semua sudah sukses menghadapi disruption pertama yaitu perubahan ke bundling payment.


--- DR. dr. Fathema Djan Rachmat Sp.B, Sp.BTKV (K), MPH ---
--- dr. Astari Mayang Anggarani, MARS

10 Juli 2018

Referensi :
Making indonesia 4.0, Kemenperindustrian
http://socal.himsschapter.org/summer-2014-patient-engagement-wearables-and-other-home-health-devices
Sandra Gittlen. Can Startups rescue healthcare?. NEJM Catalyst. 2017. via https://catalyst.nejm.org/startups-disruptive-innovation-rescue-healthcare/ 
Mckinsey Global Institute. A Future that works: automation, employment and productivity. January.2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perbaikan PELAYANAN RS berbasis LEAN MANAGEMENT

Setelah melewati tahun pertama implementasi INACBG di Indonesia, praktisi rumah sakit banyak sekali mendapat pelajaran berdasarkan pengalaman (learning by doing).  Dalam proses belajar yang terjadi secara massal dan pararel pada seluruh stake holder pelayanan kesehatan di Indonesia tersebut ada yang membawa organisasinya melalui tahun 2014 dengan gemilang, namun tidak sedikit pula yang mengalami kesulitan.  Terutama dikaitkan dengan adaptasi terhadap prospective payment system . Niat baik para praktisi rumah sakit di Indonesia untuk berkontribusi dalam program JKN, tidak semua berbuah manis. Banyak sekali aturan perundangan yang mengamanatkan konsep kendali mutu kendali biaya dalam pelayanan kesehatan,baik yang dikemukakan eksplisit maupun implisit. Dari UUD 1945, UU 39 th 1999 tentang Hak asasi manusia, UU no. 40 th 2004 tentang SJSN, UU no. 24 th 2011 tentang BPJS, PP 101 th 2012 tentang PBI, PP 86 th 2013 tentang Kepesertaan tenaga kerja, Perpres 111 th 2013 tentang

BERUBAH butuh ADRENALIN

Hidup itu…10 persennya adalah apa yang terjadi pada diri kita dan 90 persennya adalah bagaimana reaksi atau respon kita menghadapinya.Tenang atau keblingsatan? Dalam setiap ketakutan,orang banyak ngawur bicara, banyak marah-marah.Dalam ketenangan,orang banyak menjadi juara.Kalau saya sangat memercayai hal ini, bagaimana dengan anda ? Adakalanya keberuntungan,kemudahan menjadi sahabat sejati kita yang bersebab bukan karena Indeks Prestasi Kumulatif kita sangat sempurna saja. Lebih tersembunyi dari itu, orang yang dalam hidupnya memudayakan afirmasi yang baik-baik, akan membawa pengaruh langsung terhadap kualitas hidupnya.Jangan remehkan afirmasi. Afirmasi merupakan pernyataan deklaratif kuat yang dapat berefek membalik kepercayaan atau sikap negatif.Maka buanglah pikiran negatif kemudian menggantinya dengan pikiran positif.Untuk berdamai dengan tantangan,saya sangat membutuhkan kualitas pikiran positif karena saya percaya sekali afirmasi sangat membantu saya memperoleh sepaket

Catatan TAMU: Implementasi LEAN di RS. PELNI

'Lean Management' adalah metode *sistematis dan integratif* yang diimplementasikan secara berkesinambungan, untuk meminimalisir dan *mencegah adanya pemborosan* ataupun proses yang tidak bernilai tambah (non value added). Caranya adalah dengan  perbaikan berkelanjutan (continuous improvement), melalui pemetaan value stream (peta yang memperlihatkan proses nyata secara lebih rinci, mengandung informasi yang lengkap seperti tahapan proses, lead time, antrian, dan lain-lain). Proses yang biasa dilakukan di industri manufaktir ini *harus melibatkan seluruh karyawan,* baik dari tingkatan top management sampai tingkatan yang terendah. Sejalan dengan perkembangan, sekarang ini konsep 'Lean Management' tidak hanya dapat diterapkan di industri manufaktur, tetapi dapat diterapkan di perusahaan jasa, instansi pemerintah dan *pelayanan kesehatan (rumah sakit, dan sebagainya),* maupun lembaga pendidikan. Semua institusi tersebut dapat menerapkan 'Lean Management' untuk m