Setelah melewati tahun pertama implementasi INACBG di Indonesia, praktisi rumah sakit banyak sekali mendapat pelajaran berdasarkan pengalaman (learning by doing).
Dalam proses belajar yang terjadi secara massal dan pararel pada seluruh stake holder pelayanan kesehatan di Indonesia tersebut ada yang membawa organisasinya melalui tahun 2014 dengan gemilang, namun tidak sedikit pula yang mengalami kesulitan.
Terutama dikaitkan dengan adaptasi terhadap prospective payment system. Niat baik para praktisi rumah sakit di Indonesia untuk berkontribusi dalam program JKN, tidak semua berbuah manis.
Banyak
sekali aturan perundangan yang mengamanatkan konsep kendali mutu kendali biaya
dalam pelayanan kesehatan,baik yang dikemukakan eksplisit maupun implisit. Dari
UUD 1945, UU 39 th 1999 tentang Hak asasi manusia, UU no. 40 th 2004 tentang
SJSN, UU no. 24 th 2011 tentang BPJS, PP 101 th 2012 tentang PBI, PP 86 th 2013
tentang Kepesertaan tenaga kerja, Perpres 111 th 2013 tentang Kepsertaan JKN,
Permenkes 59 th 2014 revisi dari 69 th 2013 tentang Tarif INACBG, Permenkes 71
th 2013 tentang aspek teknis dan UR , PerBPJS Kesehatan 1 th 2014 tentang
registrasi, Kepmenkes 328 th 2013 tentang formularium nasional, Kepmenkes 455
th 2013 tentang peran asosiasi faskes, Permenkes 27 th 2014 tentang panduan
teknis INACBG, permenkes 28 th 2014 tentang petunjuk pelaksanaan JKN, PerDir
BPJS Kesehatan 211 th 2014 tentang Juknis Pendaftaran dan penjaminan, Per BPJS
Kesehatan 3 th 2014 tentang kepatuhan provider dan nasabah BPJS.
Dari
seluruh aturan perundangan tersebut dapat diintisarikan bahwa inti dari konsep
kendai mutu kendali biaya ada 9 perspektif yaitu: efektivitas, keselamatan
pasien, timelines, fokus kepada pasien, kordinasi perawatan, efisiensi, akses,
kualitas dokumen dan clinical pathway. Sembilan perspektif ini harus dapat
dicapai oleh provider BPJS Kesehatan ditengah proses adaptasi terhadap sistem
INACBG.
Belum
tersedianya panduan yang jelas maupun bimbingan teknis terkait kendali mutu
kendali biaya membuatpraktisi manajemen rumah sakit harus berpikir mandiri
bentuk praktis sehari-hari di lapangan untuk mengimplementasikan konsep kendali
mutu kendali biaya.
Mengapa
Rumah Sakit memerlukan Lean management ?
Lean management
(Lean) adalah suatu konsep turunan dari Toyota Production System (TPS) dengan
dua prinsip utama, yaitu eliminasi kegiatan tanpa nilai manfaat (elimination of
waste) dan menghargai pegawai (respect to your people). Eliminasi kegiatan
tanpa nilai manfaat sering pula disebut sebagai pemborosan, yang dapat teridentifikasi
dari 8 macam yaitu: Defect, Overproduction, Waiting time, Non utilized talent,
Transportation, Inventory, Motion, Extra process.
Lean
adalah sebuah alat bantu manajemen, sebuah pendekatan strategi bahkan filosofi
yang dapat menggeser paradigm konvensional tentang bagaimana rumah sakit
seharusnya dijalankan. Lean merupakan metodologi saintifik yang dapat membantu
rumah sakit meningkatkan kualitas layanannya kepada pasien dengan mengurangi
kesalahan dan waktu tunggu. Lean merupakan pendekatan yang mendukung
pengembangan serta kesejahteraan pegawai dan dokter, menghilangkan penghalang
komunikasi dan peningkatan kenyamanan bekerja sehingga dapat fokus untuk
memberikan pelayanan pada pasien.
Lean dapat memperkuat organisasi rumah sakit
jangka panjang dengan menurunkan biaya, mengurangi risiko serta memungkinkan
rumah sakit untuk tetap tumbuh dan berkembang. Lean dapat mendobrak ego
sektoral antar departemen atau unit kerja yang kuat otonominya di rumah sakit.
Lean mengajarkan bahwa untuk meningkatkan mutu serta mengendalikan biaya, semua
perhatian ditumpahkan ke proses. Bukan mengutamakan peralatan canggih atau
teknologi tinggi yang terbaru. Lean meminta manajer rumah sakit untuk melihat
proses secara detil, memperbaiki langsung di area kerja yang bermasalah oleh
orang yang sehari-hari bekerja disana. Bukan meminta bantuan konsultan luar
atau ahli yang perlu dibayar mahal hanya untuk memberi tahu pemilik proses
tentang apa yang sudah mereka ketahui.
Lean dapat membantu pemimpin dan pemilik
rumah sakit untuk memahami bahwa kualitas yang buruk, bukan akibat manusianya
yang buruk, tetapi akibat sistemnya yang tidak berjalan. Sehingga proses
perbaikan justru dimulai dengan kecil, oleh pegawai pemilik proses sendiri
secara mandiri, Sudah
banyak rumah sakit di dunia yang mengimplementasikan lean dan menunjukkan
peningkatan yang signifikan dalam kendali mutu sekaligus biaya.
Beberapa contoh
keberhasilan tersebut adalah:
- · Alegent Health, Nebraska berhasil menurunkan turn around time untuk hasil laboratorium klinis sebesar 60% tanpa menambah pegawai atau perlatan.
- · Kingston general hospital, Ontario berhasil menurunkan cycle time proses dekontaminasi dan sterilisasi instrument sebesar 70%
- · Allegheny hospital, Pennsylvania berhasil menurunkan angka kematian apsien terkait infeksi terkait pemasangan akses pembuluh darah sentral sebesar 95%
- · Thedacare, Wisconsin berhasil menurunkan waktu tunggu pasien utnuk operasi ortopedi dari 14 minggu menjadi 31 jam sejak diagnosis hingga operasi.
- · Ohio health, Ohio berhasil meningkatkan pendapatan dari unit bedah sebesar $808,000 per tahun
- · Avera McKennan, South Dakota berhasil menurunkan lama hari rawat pasien 29% dan menghindari konstruksi unit gawat darurat yang tidak perlu sebesar $1,25 juta.
- · Park Nicollet Health services, Minnesota berhasil menghemat $7,5 juta dari Lean Rapid Improvement Events di tahun 2004 untuk di reinvestasikan pada perawatan pasien
Apakah
rumah sakit Indonesia memerlukan Lean ?
Dengan
dibukanya akses bagi seluruh rakyat Indonesia telah terjadi lonjakan pasien di
sebagian besar rumah sakit provider BPJS Kesehatan.Untuk jangka pendek,
peningkatan volume pasien ini memberikan efek positif bagi finansial rumah
sakit.Namun dalam jangka panjang, belum tentu.
Adanya
klaim yang selisihnya positif dan negatif terhadap tarif INACBG, adanya
keterbatasan dalam hal pembedaan tarif hanya berdasarkan kelas administratifnya
rumah sakit, kebijakan BPJS Kesehatan sebagai penjamin utama yang tidak
membolehkan adanya cost sharing serta kebutuhan rumah sakit agar dapat
beroperasional sehat serta tumbuh berkembang memerlukan pendekatan yang cukup
sederhana agar dapat diimplementasikan dengan cepat.
Lean
memiliki 5 karakter utama yang akan selalu ditemukan pada organisasi yang
sungguh-sungguh mengimplementasikannya, yaitu: Standarisasi kerja, Autonomasi,
Pengelolaan aliran, siklus Plan Do Check Action dan perilaku pimpinan
menggunakan Socratec method. Kelima karakter diatas disebut sebagai layman
common sense (akal sehat orang awam) yang sering dilupakan manajer.
Contoh
rumah sakit di Indonesia yang menggunakan lean sebagai pendekatan strategisnya
adalah RS. Pelni. Rumah sakit swasta kelas B yang menerima pasien BPJS
Kesehatan sejak 1 Januari 2014.RS. Pelni memiliki kebijakan tidak boleh menolak
pasien.Sehingga ditengah segala keterbatasan terkait tarif, formularium
nasional dan sebagainya RS.Pelni berupaya agar tetap sehat dan mampu tumbuh
berkembang. Sejak mulai introduksi dan implementasi lean sekitar triwulan III
2014 hingga triwulan II 2015 banyak perbaikan mutu dan pengendalian biaya yang
dapat dilakukan.
Diantaranya
sebagai berikut:
- . Telah terbentuk 40 tim kaizen dari area pelayanan dan penunjang medis serta area non medis yang memiliki keterampilan memecahkan masalah secara mandiri yang ditemukan ditempat kerja sehari-hari (daily kaizen)
- . Telah terjaring 400 ide perbaikan dari aspek mutu termasuk keselamatan pasien (quality), penyampaian pelayanan (delivery), penghematan biaya (cost). Dimana aspek QDC dibuat agar merangkum 9 perspektif kendali mutu kendali biaya yang diamanatkan aturan perundangan.
- . Telah melaksanakan 3 kali Kaizen Event yang memperlombakan ide-ide yang telah diimplementasikan dengan hasil yang positif. Tingkat partisipasi tim Kaizen di setiap kaizen event lebih dari 60% dari tim yang ada.
- . Telah terjadi penurunan komplain pasien terkait waktu tunggu pelayanan sebesar 30% di rawat jalan dan 50% di rawat inap. Efisiensi waktu pelayanan dengan menghilangkan sebagian kegiatan tanpa nilai manfaat mencapai 148.000 menit (setara dengan waktu kerja 3 bulan) dan berhemat biaya (baik investasi yang tidak perlu, hingga mengurangi pengeluaran rutin) mencapai Rp. 6,7 milyar.
Komentar
Posting Komentar