Sebelum kita melangkah lebih jauh, saya akan menjelaskan dahulu tentang
struktur makalah saya ini. yang terdiri dari 6 (enam)
bagian yaitu : 1) Mengapa
terjadi fraud; 2) definisi Fraud; 3) Karakteristik Fraud di RS; 4) Dampak Fraud di RS; 5) Pengawasan Fraud di RS dan 6) Identifikasi & Pencegaham fraud di
RS.
A Mengapa Terjadi Fraud
Sekarang kita
masuk pada bagian pertama, mengapa terjadi Fraud di rumah sakit? Saya ingin
mengutip pandangan Yaslis Ilyas dalam makalahnya yang berjudul Potensi Abused
& Fraud Program Jaminan Kesehatan Nasional, pada Seminar Nasional PAMJAKI.
November 2014. Yaslis menyebut potensi fraud di rumah sakita merupakan akibat
dari : 1) Terlalu banyak variasi dalam pelayanan; 2) Ketimpangan informasi; 3)
Tarif Elastis; 4) Dominasi Profesional; 5) Eksternalisasi; 6) Clinical
guidelines induced demand; 7) Keinginan untuk dibayar lebih oleh asuransi; dan
8) Pengelolaan uang dalam jumlah besar.
Kalau menurut
penelitian Rebecca Busch dalam buku Healthcare Fraud: Auditing and Detetction
Guide, ada masalah-masalah utama yang menciptakan iklim yang berpotensi
menyebabkan fraud. Busch membaginya menjadi masalah persistent, masalah
persuasif dan masalah unrealistic.
Masalah persistent
ini ada dua. Pertama, medical necessity, yang merupakan imbas dar pertarungan antara terminologi klinis
vs pengacara. Sedangkan medical
unbelievability sangat terkait dengan otonomi dokter versus
integritas. Kalau masalah persuasif ini
akibat konsep cost shifting. Ya, ini masalah pergeseran beban biaya rumah sakit
ke semua stakeholder layanan kesehatan, termasuk pasien dan supplier. Lalu ada
masalah unrealistic, ada tiga bagian. Pertama people shift, mulau dari pasien
resiko tinggi dengan penyakit kompleks sampai dengan katastofi. Lalu, yang
kedua price shift, yaitu terjadinya pergeseran tariff layanan secara masal. Dan
yang terakhir service shift yaitu perubahan peta layanan secara masal dengan
klaim yang thumbs up
B Definisi Fraud
Lantas, definisi fraud itu
apa? OIG mendefinisikan fraud sebagai “An intention deception or misrepresentation made
by a person with the knowledge that any deception could result in some
un-authorized benefit to himself or some other person.” Ini kata Saylor,Lawrence S.Office of Inspector
General; acting inspector yang kami kutip dari darihttp://www.tn.gov/tnoig/WhatisFraudAbuse.shtml. Kalau BPK
menyatakan fraud sebagai “Perbuatan yang disengaja atau diniatkan untuk mendapatkan keuntungan
dari posisi kepercayaan atau kewenangan yang dimiliki atau menghilangkan uang
atau harta dengan cara akal bulus, penipuan atau cara lain yang tidak wajar“. Sederhananya
fraud adalah pernyataan
palsu atau memalsukan fakta untuk memperoleh keuntungan atau pembayaran
Bagaimana dengan abuse? Kembali pada OIG yang dikutip dari Saylor,Lawrence, abuse adalah “Provider
practices that are inconsistent with medical practices and result in an
unnecessary cost .. or reimbursement of service that are not medically
necessary or that fail to meet professionally recognized standards for healthcare. It also includes recipient
practices that result in unnecessary cost“. Kalau Centers of Medicare-Medicaid Services
(CMS) mendefinisikan abuse sebagai “ Praktik-praktik yang secara langsung maupun tidak
langsung mengakibatkan klaim yang tidak perlu terhadap penjamin“. Intinya abuse
itu adalah praktik
yang tidak konsisten dengan tujuan perawatan dan tidak sesuai dengan standar
profesi
Selanjutnya, definisi
fraudulent activities, meminjam pendapat Rebecca Busch sebagai “Aktivitas
yang berpotensi untuk menjadi Fraud.” Sederhanya, yaitu kesalahan dan pemborosan yang
berpotensi menjadi penyalahgunaan hingga pemalsuan fakta.
Nah, fraud ini tidak ujug-ujug ada. Fraud memiliki
tahapan-tahapan, atau lintasan menuju fraud. Tahap pertama adalah mistake, kita
membuat kesalahan yang menyebabkan terjadinya inefisiensi, ini tahap kedua.
Untuk mengatasinya, sengaja atau tidak sengaja, kita melakukan Bending the Rules. Lalu
semuanya pun bergulir seperti bola salju. Dan terjadilah Intentional Deception,
eror, wate lalu abuse dan akhirnya fraud. Ini, pada slide ini, ada contoh yang
kita disitasi
dari website, dari CMS, Medicare Fraud & Abused.
Presentation, detection and reporting. Bisa kita lihat dan kita inap-inapkan
sebagai ilustrasi lintasan fraud.
C Karakteristik Fraud di RS
Bagaimana
karakteristik fraud itu? Di sini kita masih mengutip pandangan, Rebecca Bush. Dia menyebut 6
(enam) karakteristik fraud. Pertama Misrepresentation of material fact, adanya
janji atau petunjuk palsu yang menyesatkan. Kedua, mengenai suatu fakta penting.Ketiga, Intent, adanya kesengajaan, jadi kalau tidak
sengaja bukan fraud namanya. Lalu ada trust yang dilanggar. Kelima, ada victim, ada pihak yang dikorbankan. Dan terakhir,
ada damage, atau berakibat
kerusakan atau kerugian.
Bagaimana bentuk fraud dalam dunia kesehatan. Rebecca Bush menyebut bentuk
pertama sebagai False statement/ claims, yaitu membuat
pernyataan atau klaim palsu. Kedua, Elaborate scheme, adalah
pengelabuan yang nyata-nyata direncanakan. Lalu Cover-up strategies, sebagai upaya
menyembunyikan atau menutup-nutupi fakta atau kebenaran. Keempat, Misrepresentation of value, yaitu janji yang menyesatkan atau suatu nilai. Dan terakhir Misrepresentation of services, yaitu janji yang
menyesatkan atas suatu layanan
D Dampak Fraud di RS
Bagaimana dampak Healthcare Fraud di AS? Kita bisa melihatnya dari dua
sisi, yaitu dampak finansial dan dampak non finansial. Kalau dampak
finansialnya, bagi medicare sampai rugi
$ 75M per tahun. Bagi dokter, dikenakan denda 4 X pendapatan per tahun. Dan
pelaku dipaksa untuk membayar ganti rugi. Kalau dampak non finansialnya, ya
sanksi penjara dan secara otomatis, reputasi, nama baiknya akan tercemar.
Penjabaran ini saya disetasi dari Lyles, 2013: OIG, 2013: Holzmark, 2000
Seperti
tadi sudah saya sampaikan, bahwa fokus di Indonesia adalah agar kita semua bisa
lebih aware, yang artinya fokusnya pada pencegahan, preventif. Karenanya kita perlu memahami skema-skema fraud yang bisa
terjadi di rumah sakit kita. Untuk kasus medicare, ini ada skema fraud yang
lazim di sana. Bisa dilihat ada 8 (delapan) skema yang tercatat. Mulai dari
keahlian perawat, medicare equipment, telemarketing sampai beneficiary fraud.
Adalah PR kita bersama agar skema –skema ini tidak sampai terjadi di rumah
sakit kita.
E Pengawasan Fraud di RS
Sekarang kita masuk pada kewaspadaan fraud di RS. Kenapa kita memerlukan kewaspadaan
fraud rumah sakit? Pertama adalah
masalah kesenjangan tarif, mulai dari kesenjangan tarif regional, tarif kelas sampai tarif kasus
tertentu. Disparitas tarif INA-BCG terjadi pada tiga hal ini, perbedaan antar
regional. Kalau yang tarif RS kelas C dan D, ya biasanya memang harus bersabar.
Kalau yang sudah lumayan nyaman adalah tarif RS kelas A. Kasus per kasus juga
begitu. Ambil contoh kasus neurologi dan
kasus-kasus jantung, itu memang sebagian besarnya adalah thumbs down. Tapi ada pula kasus-kasus yang tarifnya
sangat ketat bahkan minus. Ini semua bisa membawa pada iklim yang mengarah pada
fraud.
Lalu ada tools-tools yang bisa digunakan untuk pencegahan fraud di rumah
sakit kita, elemen casemix tadi seperti costing, coding, clinical pathway, IT. Lalu proses administrasi klaim yang via IT & dokumen, jadi ketika rumah sakit menjadi provider BPJS, otomatis ada beragam tahap verifikasi dokumen sampai masuk ke IT. Ada juga
tahap-tahap verifikasi sampai
klaim check di IT BPJS-nya yang
semuanya adalah upaya preventif agar tidak terjatuh ke dalam fraud. Selain itu ada
fase 15 hari
pencairan klaim dan perubahan
kebijakan yang terlalu cepat.
Ini ada 15 teknik penagihan yang berpotensi
fraud. Ulasan lebih lanjut
pada sesi interaktif. Yang mau saya tekankan, risetnya ini di Amerika, tapi
bukan berarti di Indonesia tidaka ada yang seperti ini. Riset UGM di 7 RS tipe
A menunjukan kalau semua teknik penagihan itu ada di kita. Bahkan kita punya 3
teknik tambahan. Pertama waktu penggunaan ventilator, misalnya menaikan waktu
penggunaan ventilator tidak sesuai faktualnya. Lalu ada phantom visit, jadi si dokter
visitasi via telpon saja misalnya. Ketiga,
phantom procedure yaitu rumah sakit menagihkan tindakan untuk pemeriksaan medis yang tidak pernah dilakukan.
F Identifikasi & Pencegahan Fraud di RS.
Pada sesi awal sudah
disampaikan, program JKN ini punya pengawas, punya auditor, baik secara
internal maupun ekternal. KPK sudah menganalisis JKN, dan mereka menemukan 5
resiko fraud serta 6 potensi fraud di era JKN. Kalau pakai analisis ini, RS
sangat rentan pada nomor 3 dan nomor 4, terkait pelaksanaan pelayanan dan klaim INACBG. Yang perlu kita ketahui bersama, gaya investigasi KPK
itu melebar tidak hanya pada pelaku, artinya semua yang terkait dalam kasus
yang terindikasi adanya potensi fraud akan turut diinvestigasi. Artinya gerak
langkah kita harus benar-benar hati-hati dan waspada. Lalu, bagaimana KPK mengidentifikasi fraud? Ada empat langkah setidaknya, yaitu verification, audit, pencegahan dan investigasi. Untuk audit, jangan berpikir
cuma data-data medis yang diaudit, tetapi sampai data-data finansial. Sumber Informasinya bisa lewat data mining / modeling, follow up incident, onsite investigation, dan whistle-blower.
Jadi yang paling penting adalah bagaimana cara mencegah fraud di rumah
sakit? Kita mulai dari awalnya, ini yang paling penting, harus ada verifikasi internal rumah sakit sebelum kita mengajukan klaim ke BPJS. Lalu kita berdayakan papan audit.
Ya, kita harus melakukan medis yang
dimodifikasi agar bisa melihat potensi fraudnya. Untuk
investigasi, kita bisa pakai pendapat Rebecca Bush, pakai tool SOAP. Kita lihat subjektifnya, objektifnya, assessmentnya dan plannya. Bisa jadi, di
rumah sakit kita masih-masih tool SOAP ini tidak kasat mata, seolah-olah ada
yang dikurang-kurangi. Tidak masalah, selama fungsi-fungsi SOAP-nya tetap ada.
Jadi kalau fungsi-fungsi pernyataan subjektifnya
ada, pernyataan objektifnya ada, assessment dokternya ada di setiap
kali dokter itu follow up, dan bagaimana plannya ada, itu sudah memenuhi
kriteria SOAP yang bagus.
Lantas, bagaimana
RS Pelni melihat inisiatif JKN sebagai peluang untuk melakukan inovasi? Benar,
RS Pelni melihat JKN sebagai kesempatan untuk inovasi. Kami telah menyusunnya
menjadi 8 (delapan) langkah strategis. Dimulai dengan merespon terhadap program
pemerintah, dengan tetap memastikan pelayanan kesehatan yang aman, berkualitas
dan memberdayakan pasien dalam pengambilan keputusan. Karenanya, kita harus
menemukan metode baru untuk menekan biaya melalui efisiensi dan implementasi
lean management.
Berikutnya
menggunakan berbagai pengukuran untuk melihat variasi dan meningkatkan outcome.
Penting juga untuk menciptakan dan menggunakan teknologi guna memecahkan
masalah. Disamping itu juga perlu menyiapkan SDM masa depan untuk mendukung
pelayanan, karena perbaikan sistem manajemen tanpa perbaikan SDM tidak akan
maksimal dalam pencapaian target. Berikutnya adalah membuat program untuk
penjagaan integritas. Dan terakhir, sudah saatnya kita berkolaborasi bersama
untuk inovasi.
Kita masuk kepada
bagaimana kebijakan RS Pelni mencegah fraud. Kebijakan yang paling tegas dan
kentara adalah larangan menerima gratifitkasi bagi pegawai, suplier dan mitra
kerja. Lalu kita bicara integritas melalui pembentukan budaya organisasi yang
anti fraud. Kita melakukan edukasi dan reedukasi, berkali-kali dan tidak pakai
toleransi bagi pelaku fraud. Haru ada sanksi yang tegas. Kalau kita mendesign program dan membuat tim pencegahan fraud di rumah
sakit bersama SPI. Untuk di Rumah Sakit Pelni, kebetulan fungsi pencegaan fraud ini dilekatkan
sebagai fungsinya SPI sebagai satuan pengawas internal. Kemudian
mereka melakukan program-program yang dapat dilaksanakan untuk pencegahan fraud
Jadi pada sisi internal, kita melakukan upaya perubahan paradigma ke arah
paradima anti fraud. Kita melakukannya kepada para dokter, staf bahkan pemilik
saham. Tentu saja ini tidak selalu berjalan mulus, ada saja hambatannya.
Masing-masing dari tiga unsur internal itu, kita beri pemahaman dengan metode
yang beragam, sesuai dengan kebutuhan. Karena, ya, biasanya orang-orang memang
sulit berubah, tapi kita tekankan kepada mereka jika kita ingin menghadapi era
ini, jika kita ingin melakukan perbaikan yang positif maka kita harus berubah.
Dan semua perubahan ini bersumber dari pemahaman pada visi. RS Pelni ingin
menjadi tempat terbaik dan teman terpercaya. Ketika
visi itu diturunkan menjadi
misi, intinya adalah ingin affordable excellence. Sudah sangat cocok
dengan era JKN, termasuk pada persoalan pencegahan fraud. Ini yang kemudian
kita terjemahan ke dalam budaya organisasi kita. Ada empat, yaitu budaya aman, budaya ringkas, dan budaya menyembuhkan. Dan
budaya-budaya tersebut diterjemahkan lagi menjadi nilai dan perilaku. Contoh-contoh implementasi budaya ini bisa
dilihat pada slide ini.
Jadi
kalau mau disederhanakan, program anti fraud di RS Pelni, kira-kira begini.
Mulai dari kaizen cost savings, target kita agar retur berkas verifikasi di bawah 10 %, pelatihan
verifikator internal, audit AFAF bersama tim SPI, pembuatan e-form audit medic dan anti fraud, sampai kita juga
mendesain
dashboard system untuk akuntabilitas data produksi dan financial.
G Kesimpulan
Kesimpulannya, fraud merupakan
masalah yang harus kita hadapi di era JKN ini, suatu era yang menuntut
integritas kita semua. Pada era ini kita tidak bisa main-main, banyak
instituasi yang setiap saat mengawasi rumah sakit, jadi mari kita berfokus pada
pencegahan fraud. Caranya? Edukasi dan informasi tentang resiko dan potensi fraud penting untuk
diketahui seluruh stakeholder sebagai langkah pertama pencegahan fraud di rumah
sakit. Terakhir, integritas adalah perisai anti fraud perlu menjadi bagian
dari budaya organisasi di rumah sakit kita semua.
Komentar
Posting Komentar