Langsung ke konten utama

Pasien SENANG, Rumah Sakit SENANG


Lahirnya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tidak sekedar memberikan jaminan kesehatan yang komprehensif kepada masyarakat, tetapi juga membuat rumah sakit yang menjadi provider BPJS Kesehatan semakin bertumbuh, baik itu rumah sakit pemerintah maupun swasta. Salah satunya adalah Rumah Sakit Pelni di Jakarta yang berhasil meningkatkan fasilitas layanan kesehatan dengan penambahan berbagai teknologi mutakhir. Bahkan sejak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, nilai jasa medik untuk para dokternya juga meningkat hingga 45 persen. Pasien senang, tenaga medis di rumah sakit juga ikut senang

Sejak program JKN dijalankan mulai 1 Januari 2014, Rumah Sakit Pelni sudah langsung menjadi provider BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara program JKN. Bahkan jauh hari sebelum program tersebut diimplementasikan, rumah sakit yang beralamat di Jalan Aipda KS Tubun 92-94, Jakarta tersebut telah melakukan berbagai langkah persiapan

“Kami sangat meyakini kalau program JKN ini bisa menyelesaikan masalah health care di Indonesia, serta membuka akses yang luas bagi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik. Jauh hari sebelum program JKN diimplementasikan, kami juga sampaikan hal ini kepada para dokter dan seluruh komponen di rumah sakit, sehingga pada hari H-nya bisa memberikan pelayanan yang terbaik kepada pasien BPJS Kesehatan,” kata Direktur Utama RS Pelni, Dr. dr. Fathema Djan Rachmat, Sp.B, Sp.BTKV (K)

Hal pertama yang dilakulan RS Pelni adalah memperbaiki proses antrian di rumah sakit, mengingat jumlah pasien yang berobat di era JKN semakin meningkat. Dengan memperbaiki proses tersebut, antrean panjang di rumah sakit bisa diminimalisir

“Dengan jumlah pasien yang lebih banyak, kita perlu membuat redesigning process, perlu memberikan nilai tambah kepada pasien. Apa yang mereka butuhkan? Tentunya kita perlu meningkatkan pelayanan mulai dari pasien masuk, meningkatkan akurasi diagnostik, dan juga menyelesaikan keluhan-keluhan penyakitnya dengan tepat. Proses ini harus dibuat semudah mungkin, sehingga pasien tidak sampai membuang waktu terlalu lama untuk mengantre,” ujar ibu tiga anak tersebut

Saat mulai menerima pasien BPJS Kesehatan, tidak dipungkiri kalau RS Pelni juga sempat kewalahan menerima pasien yang membludak. Bahkan ketika itu proses administrasi untuk satu pasien saja bisa memakan waktu hingga satu jam. Namun manajemen RS Pelni dengan sigap langsung melakukan berbagai perbaikan, sehingga layanan registrasi untuk satu pasien saat ini bisa ditangani dalam waktu 3-5 menit saja

“Untuk mempercepat proses registrasi, kemampuan SDM-nya kita tingkatkan. Kita juga memakai sistem antrean dan tentunya didukung oleh IT atau e-Medical Record. Para manajer rumah sakit pun harus turun langsung ke lapangan untuk memastikan proses antrean berjalan lancar,” paparnya.

RS Pelni saat ini menyediakan 21 titik khusus bagi pasien BPJS Kesehatan untuk melakukan proses registrasi, sehingga layanan tersebut bisa diberikan secepat mungkin. “Kita juga meminta kepada para dokter untuk memulai pelayanan di Poliklinik dari jam 7 pagi. Untuk bisa melayani di jam tersebut, maka e-Medical Record juga harus diterapkan. Dengan demikian, kita bisa mendapatkan banyak efisiensi. Kalau proses ini berjalan dengan lancar, maka jumlah pasien yang banyak tersebut bisa terlayani dengan baik,” tambahnya.

Untuk pasien rawat jalan, menurut dr. Fathema 60 persennya merupakan pasien BPJS Kesehatan. Sedangkan untuk pasien rawat inap, 80 persennya adalah pasien BPJS Kesehatan. Di Poliklinik RS Pelni, sedikitnya ada 1.500 kegiatan yang dilakukan per harinya.

dr. Fathema mengatakan, sistem prospective payment yang diterapkan di era JKN telah memberi keuntungan yang adil dan merata bagi pasien, tenaga medis, dan juga rumah sakit. Dengan pengelolaan yang benar, RS Pelni bisa memperoleh surplus lewat pembiayaan bertarif INA-CBGs, sehingga pasien merasa puas karena terlayani dengan baik, rumah sakit pun mendapatkan keuntungan.

“Konsep prospective payment system kalau dibandingkan dengan Fee-for-service memang sangat berbeda. Dalam sistem prospective payment, kita tidak bisa melihat pasien dari kasus per kasus, misalkan kasus ini merugikan atau menguntungkan. Kebijakan di RS Pelni adalah tidak boleh menolak pasien. Jadi tidak perlu melihat coding lagi, yang dilihat adalah total cost dari rumah sakit. Layanan kepada pasien juga harus diberikan secara penuh, sehingga pasien tidak perlu lagi membayar biaya tambahan ke rumah sakit,” paparnya.

Dengan semakin banyaknya pasien yang datang ke RS Pelni, menurut dr. Fathema kondisi tersebut juga menjadi kesempatan bagi rumah sakit untuk mengidentifikasi aktifitas apa saja yang selama ini tidak memberikan nilai manfaat atau waste, untuk kemudian dihilangkan atau dieliminasi.

“Dengan mengeliminasi aktifitas yang tidak memberikan nilai manfaat tersebut, rumah sakit bisa mendapatkan value, yang pada akhirnya bisa meningkatkan kesejahteraan tenaga medis, perawat, dan seluruh karyawan rumah sakit,” imbuhnya

Sejak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, gaji yang diterima karyawan RS Pelni menurutnya juga telah meningkat hingga 13 persen. Di akhir tahun, para karyawan pun kembali mendapatkan insentif atas kinerjanya. “Untuk jasa medik dokter, nilanya juga meningkat hingga 45 persen dibandingkan sebelum bekerjasama dengan BPJS Kesehatan,” tambah dokter kelahiran 10 Januari 1964 tersebut.

Untuk melayani peserta BPJS Kesehatan, RS Pelni telah menambah jumlah tempat tidur dari 312 menjadi 373 tempat tidur. Pada bulan Oktober 2015, jumlah tersebut juga kembali ditingkatkan menjadi 489 tempat tidur. “Sejak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, ruang operasi kami melayani sampai 40 pasien per hari. Untuk menanganinya, kami juga telah menambah tenaga dokter anastesi dan perawat, sehingga pasien tidak mengalami keterlambatan operasi, dan persiapannya juga berjalan dengan lebih baik,” ujar dokter yang hobi memasak dan berbagi ilmu dengan sesama rumah sakit.

Selain itu, RS Pelni kini juga memiliki teknologi mutakhir untuk perujuk diagnostik dan terapi, di antaranya adalah ESWL (Extracorporal Shock Wave Lithotripsy) untuk terapi batu ginjal tanpa operasi, MSCT (Multislice CT Scan), MRI (Magnetic Resonance Imaging), hingga Endoscopy untuk terapi minimal invasive.

“Teknologi ini sebenarnya dibiayai oleh pasien BPJS Kesehatan, sehingga pengadaan alat-alat tersebut juga harus dibarengi oleh manajemen pasien yang baik. Manajemen rumah sakit juga tidak bisa lagi hanya duduk di belakang meja. Mereka harus lebih sering turun ke lapangan untuk melihat apakah ada inefisiensi atau waste di inventori, hingga pengadaan obat-obatan,” tandasnya.

Yang juga tidak kalah pentingnya adalah memperbaiki flow penagihan yang dimulai dari pengumpulan data, hingga verifikasi internal. “Seluruh proses ini dilakukan oleh tim yang memang expert di bidangnya, dan harus dilakukan dengan jujur. Kolekting data juga bukan hanya menjadi tanggung jawab tim casemix saja, melainkan jadi tanggung jawab bersama. Dokter, perawat, dan manajemen harus ikut membantu agar rekam medis rumah sakit benar-benar lengkap dan akurat,” ujarnya.

Seluruh manajemen rumah sakit menurutnya juga harus berfokus pada pelayanan yang memiliki nilai. Yang pertama adalah “Patient Centeredness”, di mana pasien harus selalu ditempatkan sebagai yang utama. Kedua adalah “Patient Need” atau memberikan layanan yang sesuai dengan kebutuhan pasien, tentunya dengan kualitas pelayanan yang tertinggi dengan sistem patient safety. Yang ketiga adalah “Patient Right”, di mana hak-hak pasien harus terjamin sepenuhnya oleh rumah sakit. Dan yang terakhir adalah bagaimana menciptakan "patient satisfaction" dengan layanan yang berkualitas dan cepat, tanpa harus melakukan iur biaya.

Pelayanan Cuci Darah

Selain melengkapi peralatan rumah sakit dengan teknologi mutakhir, RS Pelni juga telah menambah jumlah mesin Hemodialisa (cuci darah) untuk kenyamanan pasien menjadi 100 unit. Menurut dr. Fathema, hampir 100 persen pengguna layanan tersebut merupakan pasien BPJS Kesehatan.

“Kalau dilihat manfaatnya, keberadaan layanan cuci darah untuk pasien BPJS Kesehatan memang sangat luar biasa. Pasien merasa sangat senang karena mereka yang selama ini sulit mengaksesnya, sekarang menjadi lebih mudah. Di RS Pelni pun kami membuat sistem yang memberikan kenyamanan pada pasien. Mereka kita beri kesempatan untuk mengatur waktunya sendiri kapan ingin melakukan cuci darah. Misalnya ingin cuci darah jam 9 pagi, datangnya bisa beberapa menit sebelum jam tersebut. Dengan begitu, pasien jadi lebih nyaman karena tidak harus menunggu lama, begitu juga untuk keluarga pasien yang mengantar," papar dr. Fathema.

Layanan Hemodialisa juga diberikan dalam satu paket, sehingga apabila ada pasien yang membutuhkan tindakan lain seperti transfusi darah, mereka tidak perlu lagi membayar tambahan biaya. Layanan Hemodialisa di RS Pelni ini melayani pasien di pagi dan sore hari, serta malam hari untuk keadaan emergency.

“Kami juga memberikan layanan edukasi kepada pasien hemodialisa agar lebih baik dalam mengatur pola hidupnya. Tim dari Unit hemodialisa ini terdiri dari ahli gizi, psikolog, sampai dokter bedah vaskuler supaya layanan HD bisa dilakukan dengan baik, sehingga bisa memberikan hasil HD yang baik pula,” imbuhnya.

Ke depannya, dr. Fathema juga berharap adanya hubungan yang semakin baik dengan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) di sekitar RS Pelni, sehingga program Rujuk Balik bisa berjalan dengan optimal. Salah satu yang kini sedang dikembangkan adalah tele-medicine, di mana dokter spesialis di RS Peni bisa dihubungi kapanpun oleh dokter di puskesmas atau klinik.

“Salah satu layanan kita adalah mengembalikan pasien ke layanan primary care. Untuk itu, kita perlu mensupport atau memperkuat lini primary care dengan menjalin kerjasama dan hubungan yang baik, sehingga pasien yang dikembalikan ke puskesmas atau klinik tetap merasa tenang karena tahu primary care tersebut tetap berhubungan dengan RS Pelni,” ujarnya.

Kerjasama yang baik antara RS Pelni dengan BPJS Kesehatan juga diharapkan dapat terus terjalin, sehingga derajat kesehatan masyarakat Indonesia bisa terus meningkat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perbaikan PELAYANAN RS berbasis LEAN MANAGEMENT

Setelah melewati tahun pertama implementasi INACBG di Indonesia, praktisi rumah sakit banyak sekali mendapat pelajaran berdasarkan pengalaman (learning by doing).  Dalam proses belajar yang terjadi secara massal dan pararel pada seluruh stake holder pelayanan kesehatan di Indonesia tersebut ada yang membawa organisasinya melalui tahun 2014 dengan gemilang, namun tidak sedikit pula yang mengalami kesulitan.  Terutama dikaitkan dengan adaptasi terhadap prospective payment system . Niat baik para praktisi rumah sakit di Indonesia untuk berkontribusi dalam program JKN, tidak semua berbuah manis. Banyak sekali aturan perundangan yang mengamanatkan konsep kendali mutu kendali biaya dalam pelayanan kesehatan,baik yang dikemukakan eksplisit maupun implisit. Dari UUD 1945, UU 39 th 1999 tentang Hak asasi manusia, UU no. 40 th 2004 tentang SJSN, UU no. 24 th 2011 tentang BPJS, PP 101 th 2012 tentang PBI, PP 86 th 2013 tentang Kepesertaan tenaga kerja, Perpres 111 th 2013 tentang

Catatan TAMU: Implementasi LEAN di RS. PELNI

'Lean Management' adalah metode *sistematis dan integratif* yang diimplementasikan secara berkesinambungan, untuk meminimalisir dan *mencegah adanya pemborosan* ataupun proses yang tidak bernilai tambah (non value added). Caranya adalah dengan  perbaikan berkelanjutan (continuous improvement), melalui pemetaan value stream (peta yang memperlihatkan proses nyata secara lebih rinci, mengandung informasi yang lengkap seperti tahapan proses, lead time, antrian, dan lain-lain). Proses yang biasa dilakukan di industri manufaktir ini *harus melibatkan seluruh karyawan,* baik dari tingkatan top management sampai tingkatan yang terendah. Sejalan dengan perkembangan, sekarang ini konsep 'Lean Management' tidak hanya dapat diterapkan di industri manufaktur, tetapi dapat diterapkan di perusahaan jasa, instansi pemerintah dan *pelayanan kesehatan (rumah sakit, dan sebagainya),* maupun lembaga pendidikan. Semua institusi tersebut dapat menerapkan 'Lean Management' untuk m

BERUBAH butuh ADRENALIN

Hidup itu…10 persennya adalah apa yang terjadi pada diri kita dan 90 persennya adalah bagaimana reaksi atau respon kita menghadapinya.Tenang atau keblingsatan? Dalam setiap ketakutan,orang banyak ngawur bicara, banyak marah-marah.Dalam ketenangan,orang banyak menjadi juara.Kalau saya sangat memercayai hal ini, bagaimana dengan anda ? Adakalanya keberuntungan,kemudahan menjadi sahabat sejati kita yang bersebab bukan karena Indeks Prestasi Kumulatif kita sangat sempurna saja. Lebih tersembunyi dari itu, orang yang dalam hidupnya memudayakan afirmasi yang baik-baik, akan membawa pengaruh langsung terhadap kualitas hidupnya.Jangan remehkan afirmasi. Afirmasi merupakan pernyataan deklaratif kuat yang dapat berefek membalik kepercayaan atau sikap negatif.Maka buanglah pikiran negatif kemudian menggantinya dengan pikiran positif.Untuk berdamai dengan tantangan,saya sangat membutuhkan kualitas pikiran positif karena saya percaya sekali afirmasi sangat membantu saya memperoleh sepaket